Kabupaten Jayawijaya adalah salah satu kabupaten di provinsi Papua, Indonesia. Ibukotakabupaten ini terletak di Wamena yang terletak di Lembah Baliem. Lembah Baliem lebih terkenal sehingga banyak orang menyebut Lembah Baliem identik dengan Jayawijaya atau Wamena. Dalam literatur asing Lembah Baliem juga sering disebut sebagai Lembah Agung. Kabupaten Jayawijaya Berada di Pedalaman Papua dengan Ibukotanya Wamena, terletak dalam sebuah lembah indah dengan nama Lembah Baliem Terbentang sepanjang 80 Km dari ujung ke ujung dengan lebar kurang dari 20 Km, Dikelilingi oleh pegunungan dan rimbunnya hutan, terbentang bagaikan taman yang terpelihara, Lekukan gunung dan honai, rumah tradisional hampir seluruhnya terisolasi dari duania tetapi masih dapat di jangkau dengan pesawat udara lebih kurang 40 menit dari Bandara Sentani.
Penduduk asli lembah Baliem adalah suku Dani yang terkenal sebagai petani yang terampil dengan menggunakan kapak batu, alat pengikis, pisau yang terbuat dari tulang bianatang, bambu atau tombak kayu dan tongkat galian. Setelah Bangsa Belanda mendirikan kota Wamena maka agama katolik masuk dan daerah ini berkembang.
Sarana Penghubung dari Kota Wamena ke Kabupaten dan Distrik Lain adalah lewat transportasi udara. Beberapa kota kecamatan di Daerah ini sudah dapat dihubungkan dengan jalan darat dengan menggunakan kendaraan bermotor roda dua dan empat
Kabupaten Jayawijaya merupakan salah satu kabupaten di Papua dengan ibukota Wamena. Tahun 2002, kabupaten ini dimekarkan menjadi empat kabupaten; Kabupaten Jayawijaya, Yahukimo, Pegunungan Bintang, dan Tolikara. Luas daerahnya 52.916 Km2, meliputi 28 kecamatan dan penduduk lebih dari 432.000 orang. Sebagian besar warganya hidup di lereng-lereng perbukitan yang sulit dijangkau dan sering dilanda kekeringan panjang.
Keadaan alam yang potensial didukung masyarakat tani memungkingkan daerah ini mengembangkan berbagai jenis tanaman pertanian dan perkebunan dalam skala besar dan sedang. Pengembangan tanaman pangan memberi keuntungan bagi Jayawijaya yang ekonominya berbasis pertanian-perkebunan, dengan potensi dan letak geografis yang mendukung berkembangnya sektor tersebut.
Sejarah
Sejarah Kabupaten Jayawijaya sangat berhubungan erat dengan sejarah perkembangan gereja di wilayah ini, karena daerah ini adalah daerah terisolasi dari dunia luar, tetapi sejak tahun 1950-an, misionaris mulai berdatangan dan mulai melakukan penginjilan di daerah ini.
Lembah Baliem ditemukan secara tidak sengaja, ketika Richard Archbold, ketua tim ekspedisi yang disponsori oleh American Museum of Natural History melihat adanya lembah hijau luas dari kaca jendela pesawat pada tanggal 23 Juni 1938. Penglihatan tidak sengaja ini adalah awal dari terbukanya isolasi Lembah Baliem dari dunia luar.
Tim ekspedisi yang sama di bawah pimpinan Kapten Teerink dan Letnan Van Areken mendarat di Danau Habema. Dari sana mereka berjalan menuju arah Lembah Baliem melalui Lembah Ibele, dan mereka mendirikan basecamp di Lembah Baliem.
Pada tanggal 20 April 1954, sejumlah missionaris dari Amerika Serikat, termasuk di dalamnya Dr. Myron Bromley, tiba di Lembah Baliem. Tim misionaris ini menggunakan pesawat kecil yang mendarat di Sungai Baliem, tepatnya di Desa Minimo, dengan tugas utama memperkenalkan agama Nasrani ke Orang Dani di Lembah Baliem. Stasiun Misionaris Pertama didirikan di Hitigima. Selama 7 (tujuh) bulan mereka mendirikan landasan pesawat terbang pertama. Beberapa waktu kemudian misionaris menemukan sebuah areal yang ideal untuk dijadikan landasan pendaratan pesawat udara. Areal landasan pesawat terbang itu terletak berbatasan dengan daerah Suku Mukoko, dan di areal inilah mulai dibangun landasan terbang yang kemudian berkembang menjadi landasan terbang Wamena saat ini.
Pada tahun 1958 Pemerintah Belanda mulai kekuasaannya di Lembah Baliem, dengan mendirikan pos pemerintahannya di sekitar areal landasan terbang, namun kehadiran Belanda di Lembah Baliem tidak lama, karena melalui proses panjang diawali dengan ditandatangani dokumen Pepera pada tahun 1969, Irian Barat kembali ke Pemerintah Republik Indonesia, sehingga Pemerintah Belanda segera meninggalkan Irian Barat (Papua).
Kabupaten Jayawijaya dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969, tentang pembentukan Provinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-Kabupaten Otonom di Provinsi Irian Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2907). Berdasarkan pada Undang-undang tersebut, Kabupaten Jayawijaya terletak pada garis meridian 137°12'-141°00' Bujur Timur, dan 3°2'-5°12' Lintang Selatan, yang memiliki daratan seluas 52.916 km², merupakan satu-satunya Kabupaten di Provinsi Irian Barat (pada saat itu) yang wilayahnya tidak bersentuhan dengan bibir pantai.
Pemekaran
Mengingat luasnya wilayah ini, Pemerintah Pusat berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Jayawijaya mulai mengupayakan pemekaran wilayah. Dimulai dengan pemekaran desa, pemekaran kecamatan, dan pemekaran kabupaten. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 dengan diberlakukannya Otonomi Khusus di Papua, maka khusus di Provinsi Papua (dan kemudian juga di Provinsi Papua Barat), istilah kecamatan diganti menjadi distrik, dan desa menjadi kampung.
Pemekaran Kabupaten dilakukan mulai tahun 2002 melalui Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 dengan membentuk tiga kabupaten baru yaitu Kabupaten Tolikara dengan ibukota Karubaga, Kabupaten Pegunungan Bintang dengan ibukota Oksibil, dan Kabupaten Yahukimo dengan ibukota Dekai. Sementara Kabupaten Jayawijaya sebagai kabupaten induk tetap beribu kota di Wamena di Lembah Balim.
Pemekaran kabupaten kedua adalah pada tahun 2008, yaitu pemekaran dari wilayah Kabupaten Jayawijaya dan sebagian wilayah kabupaten pemekaran pertama. Dimekarkan empat kabupaten baru yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri RI pada tanggal 12 Juni 2008 di Wamena. Keempat kabupaten yang baru dimekarkan itu masing-masing berdasarkan:
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang pemekaran Kabupaten Mamberamo Tengah dengan ibukota Kobakma, meliputi Distrik Kobakma, Kelila, Eragayam, Megambilis, dan Ilugwa. Batas-batas wilayah Kabupaten Mamberamo Tengah adalah sebelah utara berbatasan dengan Distrik Membramo Hulu (Kabupaten Mamberamo Raya). Sebelah timur berbatasan dengan Distrik Elelim dan Abenaho (Kabupaten Yalimo). Sebelah selatan berbatasan dengan Distrik Wolo dan Bolakme Kabupaten Jayawijaya. Dan sebelah barat berbatasan dengan Distrik Bokondini dan Kembu (Kabupaten Tolikara).
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang pemekaran Kabupaten Yalimo, dengan ibukota Elelim, meliputi Distrik Elelim, Apalapsili, Abenaho, Benawa, dan Welarek. Dengan batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan ... (?). Sebelah timur dengan ... (?). Sebelah selatan berbatasan dengan Distrik Walelagama dan Kurulu (Kabupaten Jayawijaya). Dan sebelah barat berbatasan dengan Distrik Kobakma dan Megambilis (Kabupaten Mamberamo Tengah).
- Undang-undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang pemekaran Kabupaten Lanny Jaya, dengan ibukota Tiom, meliputi Distrik Tiom, Pirime, Makki, Gamelia, Dimba, Melagineri, Balingga, Tiomneri, Kuyawage, dan Poga. Dengan batas-batas wilayah: sebelah utara berbatasan dengan Distrik Kanggime, Karubaga, dan Goyage (Kabupaten Tolikara) serta Distrik Kelila (Kabupaten Mamberamo Tengah). Sebelah timur berbatasan dengan Distrik Assologaima (Kabupaten Jayawijaya). Sebelah selatan berbatasan dengan Distrik Mbua, Yigi, Mugi, Mapenduma, dan Geselama (Kabupaten Nduga). Dan sebelah barat berbatasan dengan Distrik Ilaga (Kabupaten Puncak) dan Distrik Ilu (Kabupaten Puncak Jaya).
- Undang-Undang Nomor 6 tahun 2008 tentang pemekaran wilayah Kabupaten Nduga. Dengan ibukota Kenyam. Meliputi Distrik Kenyam, Mapenduma, Yigi, Wosak, Geselma, Mugi, Mbua dan Gearek. Batas wilayah Nduga meliputi sebelah utara berbatasan dengan Distrik Kuyawage, Balingga, Pirime, dan Makki (Kabupaten Lanny Jaya). Sebelah timur berbatasan dengan Distrik Pelebaga dan Wamena (Kabupaten Jayawijaya). Sebelah selatan berbatasan dengan Distrik Sawaerma (Kabupaten Asmat). Dan sebelah barat berbatasan dengan Distrik Jila (Kabupaten Mimika).
Topografi dan Iklim
Kabupaten Jayawijaya berada di hamparan Lembah Baliem, sebuah lembah aluvial yang terbentang pada areal ketinggian 1500-2000 m di atas permukaan laut. Temperatur udara bervariasi antara 14,5 derajat Celcius sampai dengan 24,5 derajat Celcius. Dalam setahun rata-rata curah hujan adalah 1.900 mm, dan dalam sebulan terdapat kurang lebih 16 hari hujan. Musim kemarau dan musim penghujan sulit dibedakan. Berdasarkan data, bulan Maret adalah bulan dengan curah hujan terbesar, sedangkan curah hujan terendah ditemukan pada bulan Juli.
Lembah Baliem dikelilingi oleh pegunungan Jayawijaya yang terkenal karena puncak-puncak salju abadinya, antara lain: Puncak Trikora (4.750 m), Puncak Mandala (4.700 m) dan Puncak Yamin (4.595 m). Pegunungan ini amat menarik wisatawan dan peneliti Ilmu Pengetahuan Alam karena puncaknya yang selalu ditutupi salju walaupun berada di kawasan tropis. Lereng pegunungan yang terjal dan lembah sungai yang sempit dan curam menjadi ciri khas pegunungan ini. Cekungan lembah sungai yang cukup luas terdapat hanya di Lembah Baliem Barat dan Lembah Baliem Timur (Wamena).
Vegetasi alam hutan tropis basah di dataran rendah memberi peluang pada hutan iklim sedang berkembang cepat di lembah ini. Ekosistem hutan pegunungan berkembang di daerah ketinggian antara 2.000–2.500 m di atas permukaan laut.
Demografi dan Budaya
Orang Dani di lembah Baliem biasa disebut sebagai "Orang Dani Lembah". Rata-rata kenaikan populasi orang Dani sangat rendah dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, salah satu penyebabnya adalah keengganan pada ibu untuk mempunyai anak lebih daripada dua yang menyebabkan rendahnya populasi orang Dani di Lembah Baliem. Sikap berpantang pada ibu selama masih ada anak yang masih disusui, membuat jarak kelahiran menjadi jarang. Hal ini selain tentu saja karena adat istiadat mereka, mendorong terjadinya poligami. Poligami terjadi terutama pada laki-laki yang kaya, mempunyai banyak babi. Babi merupakan Mas kawin utama yang diberikan laki-laki kepada keluarga wanita. Selain sebagai mas kawin, babi juga digunaklan sebagai lambang kegembiraan maupun kedukaan. Babi juga menjadi alat pembayaran denda terhadap berbagai jenis pelanggaraan adat. Dalam pesta adat besar babi tidak pernah terlupakan bahkan menjadi bahan konsumsi utama.
Sebelum tahun 1954, penduduk Kabupaten Jayawijaya merupakan masyarakat yang homogen dan hidup berkelompok menurut wilayah adat, sosial dan konfederasi suku masing-masing. Pada saat sekarang ini penduduk Jayawijaya sudah heterogen yang datang dari berbagai daerah di Indonesia dengan latar belakang sosial budaya beragam hidup berbaur saling menghormati.
Sosial ekonomi
Mata pencaharian utama masyarakat Jayawijaya adalah bertani, dengan sistem pertanian tradisional. Makanan pokok masyarakat asli Jayawijaya adalah ubi jalar, keladi, dan jagung sehingga pada areal pertanian mereka dipenuhi dengan jenis tanaman makanan pokok ini.
Pemerintah Kabupaten Jayawijaya berusaha memperkenalkan jenis tanaman lainnya seperti berbagai jenis sayuran (kol, sawi, wortel, buncis, kentang, bunga kol, daun bawang, dan sebagainya) yang kini berkembang sebagai barang dagangan yang dikirim ke luar daerah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Lembah Baliem adalah areal luas yang sangat subur sehingga cocok untuk berbagai jenis komoditi pertanian yang dikembangkan tanpa pupuk kimia. Padi sawah juga mulai berkembang di daerah ini, penduduk Dani sudah mengenal cara bertani padi sawah. Begitupun komoditas perkebunan lainnya kini dikembangkan adalah kopi Arabika.
Transportasi
Transportasi Kabupaten Jayawijaya hingga saat ini masih mengandalkan perhubungan udara, misalnya trayek Wamena-Jayapura, Wamena-Biak, maupun Wamena-Merauke.
Semua jenis barang, baik barang kebutuhan pokok masyarakat maupun kendaraan dan bahan bangunan seperti semen dan lainnya diangkut dari Jayapura ke Wamena menggunakan pesawat terbang. Sejumlah perusahaan penerbangan yang selalu melayani penumpang maupun barang dari Jayapura ke Wamena yaitu: PT. Trigana Air Service, Manunggal Air Service, Aviastar, dan penerbangan Hercules TNI AURI.
Sedangkan transportasi yang menghubungkan Wamena dengan sebelas distrik di kabupaten Jayawijaya, sudah dapat dijangkau dengan kendaraan beroda empat, sedangkan untuk menghubungkan antara Wamena dengan ibukota kabupaten hasil pemekaran, hanya ada tiga kabupaten pemekaran yang dapat dijangkau dengan kendaraan roda empat yaitu Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Tolikara, dan Kabupaten Yalimo.
POTENSI ALAM KABUPATEN JAYAWIJAYA
Suku-suku yang tingal di Jayawijaya (Irian Jaya) tidak hanya dikenal tradisi perangnya di masa silam. Sejak dilahirkan, sebagian besar penduduk Jayawijaya yang hidup di pegunungan juga berperang melawan kedahsyatan alam untuk mempertahankan hidup sehari-hari. Pada kemurahan dan juga keganasan alam yang digeluti inilah mereka menggantungkan hidup, tanpa banyak bersentuhan dengan teknologi masa kini. Adaptasi dan inovasi mereka selama perjalanan ratusan tahun menggeluti kebutuhan pangan telah memunculkan ribuan jenis varietas umbi-umbian. Umbi-umbian yang mereka sebut hipere dibudidayakan dengan peralatan seadanya dan layaklah kalau mereka disebut pakar umbi-umbian.
Namun, belum lekang dari ingatan kejadian di tahun 1997, keganasan alam menimpa penduduk Jayawijaya. Wilayah yang luasnya 62.433 kilometer persegi dan terbagi ke dalam 28 kecamatan yang sebagian besar penduduknya hidup di lereng-lereng bukit yang sulit dijangkau ini, dilanda kekeringan panjang yang belum pernah dialami sebelumnya.
Bukan hanya kekeringan, kebakaran hutan yang menyusul kemudian semakin menambah penderitaan. Umbi-umbian penopang hidup sehari-hari mati, tidak mau tumbuh lagi. Sementara itu, tidak tersedia sumber pangan alternatif lainnya.
Seperti kabupaten-kabupaten di Indonesia pada umumnya, sektor pertanian masih menjadi penyumbang terbesar dalam perekonomian Jayawijaya. Bahkan pada tahun 1997 yang tertimpa bencana itu, sektor pertanian masih menyumbang sebesar 56,85 persen-turun 2 persen dari tahun sebelumnya-dari keseluruhan total kegiatan ekonomi.
Selama tiga tahun terakhir (1998-2000), pertanian membukukan angka di atas 60 persen dengan tahun 2000 tercatat 62,61 persen. Sebagian besar pertanian ini ditopang oleh tanaman bahan makanan, mencapai 58,29 persen. Total kegiatan ekonomi Kabupaten Jayawijaya tahun 2000 nilainya Rp 775,4 milyar.
Kaya akan potensi alam, namun Jayawijaya kurang beruntung dalam kenyataan hidup sehari-hari. Kegiatan ekonomi per kapita setiap tahunnya memegang rekor terendah dari 14 kabupaten/kota yang ada di seluruh Provinsi Irian Jaya. Tahun 1999, kegiatan ekonomi per kapita nilainya Rp 1,3 juta. Sedangkan Kabupaten Fakfak yang selalu di peringkat tertinggi membukukan angka Rp 43,8 juta.
Aroma dan cita rasanya yang khas membuat kopi Wanema tidak kalah dengan Toraja Coffee, Mandheiling Coffee maupuan Java Coffee yang sudah lebih dulu dikenal lidah bangsa Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat.
Kopi Wamena dibudidayakan petani hanya dengan mengandalkan kesuburan tanah vulkanik, tanpa pupuk apa pun. Kopi yang diperkirakan mulai dikenal masyarakat Jayawijaya pada tahun 1956 melalui misionaris Eropa ini merupakan komoditas yang memberikan harapan.
Pada akhir tahun 2000, luas lahan tanaman kopi di Kabupaten Jayawijaya tercatat 3.076 hektar, yang merupakan hampir setengah (42,7 persen) dari luas total (6.208 hektar) areal perkebunan kopi Provinsi Irian Jaya. Perkebunan yang keseluruhannya milik rakyat ini tersebar di Kecamatan Tiom, Bokondini, dan Asologaima. Produksi kopi Jayawijaya yang juga diekspor ke Singapura, Jepang, dan Australia ini, besarnya 316,30 ton atau setara dengan hampir setengah produksi kopi provinsi yang besarnya 740,3 ton.
Bermacam jenis umbi-umbian yang ada di Jayawijaya juga merupakan potensi komoditas yang masih bisa dikembangkan. Untuk mendapatkan hasil yang maskimal, tidak ada salahnya melirik apa yang telah dikembangkan di Bandung.
Di bumi Jayawijaya juga tersimpan potensi tanaman rempah-rempah dan tanaman obat-obatan tradisional. Sayangnya, minat mengeksplorasi jenis tanaman ini belum tampak. Kalau Madura, Jawa, Kalimantan, dan Maluku mampu menjadikan tanaman obat-obatan sebagai salah satu komoditas daerah mereka, Jayawijaya seharusnya mampu mengembangkannya sebagai sumber pendapatan kas pemerintah daerah.
Tentu tidak ada yang menyangka, Buah Naga atau Pitaya masuk kedalam salah satu jenis kaktus dari marga Hylocereus dan Selenicereus. Keberadaaan buah yang pertama kali ditemukan di Meksiko kini berkembang secara luas ke seluruh penjuru dunia. Sebutan Buah Naga muncul dikala orang Perancis dari Guyana datang ke Vietnam. Karena bentuk buah yang unik dan digunakan sebagai buah persembahan di Vietnam. Dimana letak persembahan buah ini berada diantara patung naga berwarna hijau maka orang Vietnam menyebutnya dengan thang loy (Buah Naga). Nama ini kemudian mendunia dan dikenal secara meluas dengan sebutan Buah Naga.
Bupati Jayawijaya berhak untuk bergembira karena buah naga memiliki karakteristik tumbuh pada media tanam porous (tidak becek), kaya akan unsur hara, berpasir, cukup sinar matahari dan bersuhu antara 38 – 40 derajat celcius. Letak kabupaten jayawijaya yang berupa pegunungan merupakan wilayah yang cukup berbeda dengan tempat asal muasal Buah Naga di Mexico.
Bisa dibayangkan dengan keterisolasian wilayah Kabupaten Jayawijaya maka pembangunan perekonomian harus difokuskan pada ketersediaan sarana dan prasarana untuk akses jalan di wilayah Jayawijaya. Dengan berpijak pada wilayah pegunungan tentu akses yang lebih difokuskan adalah pembukaan jalan pintas menuju wilayah-wilayah strategis ekonomi.
Komoditi unggulan tanaman pangan antara lain; padi mencapai 22.598,83 ton, jagung 9.985,56 ton, ubi kayu 23.203,70 ton, ubi jalar 523.892,26 ton, kacang tanah 8.696,08 ton, kedelai 9.626,08 ton, sayur-sayuran 39.876,57 ton meliputi cabe, ketimun, terong, tomat, kubis, kacang panjang, bayam, dan kangkung, serta buah-buahan 36.650,09 ton, seperti pisang, jambu biji, mangga, jeruk siam, pepaya, salak, nangka, dan sukun.
Hasil tanaman padi, sayuran, dan buah-buahan terkonsentrasi di Kecamatan Wamena, Hubikosi, Makki, Asologaima, Kurulu, Apalopsili, Abenaho, Bolakme, Kelila, Karubaga, Kanggime, Bokondini, dan Kobakma. Sementara hasil tanaman ubi-ubian, merata di Kabupaten Jayawijaya, seperti Kecamatan Kenyam, Kurima, Ninia, Oksibil, Iwur, Kiwirok, Borne, Wamena, hingga daerah Kanggime, Kembu, Bokondini, dan Kobakma.
Selain itu, pengembangan subsektor perkebunan dan kehutanan selama ini diarahkan untuk meningkatkan produksi, perbaikan kualitas hasil dan pengembangan agribisnis termasuk meningkatkan kesejahteraan para petani. Pengembangan subsektor perkebunan dan kehutanan telah memberi keuntungan bagi daerah Jayawijaya karena letak geografisnya mendukung bagi pengembangan Perkebunan dan Kehutanan.
Adapun tanaman potensial antara lain; tanaman kopi mencapai 8.823 ton, kemiri 15.322 ton, kelapa sawit 17.345 ton, serta hasil hutan rotan 648.450 Kg, kayu gergajian 12.810 M3, gaharu 9.743 M3, dan kemendangan 14.255 M3. Hasil komoditi itu terkonsentrasi di Kecamatan Kurima, Wamena, Perime, Gameliya, Asologaima, Bolakme, Kelila, dan Bokondini.
Sementara hasil sub-sektor peternakan dan perikanan adalah seperti berikut; ternak besar seperti; Sapi mencapai 23.009 ekor, Kambing 21.582 ekor, Babi 339.112 ekor, Babi 179.072 ekor, Kelinci 19.133 ekor, Ayam Buras 98.828 ekor, Itik 22.337 ekor, telur Ayam Buras 43.357 Kg, dan telur Itik 21.157 Kg.
Sementara hasil budidaya ikan darat mencapai 12.181,59 ton. Hasil peternakan dan perikanan itu terkonsentrasi di Kecamatan Kurima, Ninia, Oksibil, Kiwirok, Batom, Okbibab, Borme, Anggruk, Wamena, Hubikosi, Mapenduma, Tiom, Perime, Gameliya, Makki, Apalapsili, Bolakme, Kembu, Bokondini, dan Kobakma.
Berdasarkan informasi diatas, harapan untuk menambah kas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jayawijaya selama ini, salah satunya digantungkan pada Lembah Baliem yang mengangkat nama Jayawijaya ke tingkat nasional maupun internasional. Lembah yang luasnya sekitar 45 kilometer persegi dengan ketinggian rata-rata 1.500 meter di atas permukaan laut dan berudara sejuk antara 15-29 derajat celcius ini menjadi andalan kuat pariwisata Kabupaten Jayawijaya. Perang antarsuku di Lembah Baliem yang dulu selalu menimbulkan korban dan dendam, sudah lama tidak lagi terjadi. Perang sudah berubah menjadi pertunjukan perang-perangan bagi wisatawan dan memberi masukan bagi kas pemerintah kabupaten. Tontonan ini sekarang menjadi salah satu paket wisata tahunan setiap bulan Agustus dan dikemas dalam Festival Lembah Baliem. Melihat data di atas, antara lain bersumber dari kualitas daerahnya yang subur. Sehingga, untuk kluster di Kabupaten Jayawijaya sebaiknya tetap mempertahankan sektor pertanian dan sub-sektor perkebunan terutama hasil tanaman ubi-ubian, sayuran dan buah-buahan, kopi, dan kemiri. Tetapi melihat daerahnya yang berbukit-bukit layak dikembangkan wisata pegunungan dan perkebunan untuk menarik wisatawan manca negara. Tetapi, masalah keamanan dan infrastruktur perlu dikembangkan lebih baik untuk memudahkan wisatawan berkunjung ke daerah yang alamnya indah ini.
Sumber :
http://beritadaerah.com/artikel.php?pg=artikel_papua&id=7998&sub=Artikel&page=1
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Jayawijaya
http://web.papua.go.id/content.php/id/98
http://www.cps-sss.org/web/home/kabupaten/kab/Kabupaten+Jayawijaya